Matanya indah. Itu kata-kata pertama yang aku ungkapkan
ketika melihat matanya yang memang bulat, berwarna hitam dan bening. Tak pernah
aku sangka aku akan bertemu dengan wanita seindah dia.
“Hei, Orlan! Bangun woy! Orang ada yang ngomong kenapa malah
dicuekin?”
Franda, ya dialah gadis bermata indah itu. Ia kini tengah duduk di depanku sambil
menggenggam tanganku erat. Sejak tadi ia terus berceloteh mengenai hubungan
kami yang sudah berjalan enam tahun ini. Kadang dia tersenyum membicarakan
hubungan kami yang menyenangkan, kadang dia juga cemberut kecewa mengingat
perkataan negatif orang-orang yang tidak percaya kami berpacaran selama itu,
bahkan dia juga tertawa puas mengingat pertengkaran kami dulu yang sepertinya
sangat lucu jika diingat kembali.
“Kamu bahagia pacaran sama aku, Nda?”
“Yap, tentu aja. Walaupun terkadang kita terlihat nggak
cocok dan kadang suka egois, tapi aku suka dengan sikap kita yang selalu harus
menyelesaikan masalah saat itu juga dan saling memaafkan.”
Kata-katanya itu entah kenapa semakin membuatku hatiku
bergetar dan membuat sisi sensitifku muncul ke permukaan. Aku pun semakin
mempererat genggaman tangan kami dan dengan senyuman paling tulus yang pernah
aku berikan padanya aku menyematkan sebuah cincin. Cincin sebagai tanda aku
sangat ingin menjalani sisa hidupku bersamanya.
“Will you marry me, My Angel?”
“I do, Lan. I Love you.” jawabnya mantap.
“I love you too.” Balas ku mengungkapkan perasaanku yang
baru kusadari sekarang.
Akhirnya setelah sekian lama aku berpikir, kini aku menyadarinya
bahwa perjuanganku bukan hanya sebatas menerima pasangan apa adanya, tapi juga
memutuskan siapa yang akan menemani kita kelak.
Tangan kiriku yang masih berada di bawah meja lalu ku
gerakkan untuk menekan tombol-tombol di layar handphone-ku. Ku ketikkan kalimat untuk seseorang yang pernah
menjadi wanita lain dalam hidupku.
Maaf, Sinta. Aku akan
lebih memilih Franda. Karena memang dialah yang aku butuhkan. Terima kasih
untuk semua cinta yang kau berikan untukku. Terima kasih untuk cintamu padaku
yang sebenarnya lebih besar daripada cinta Franda padaku.
Thanks. Bye.
Setelah pesan itu aku kirim, tak lama kemudian bunyi
gemerincing tanda ada pelanggan kafe yang masuk mengalihkan perhatian Franda.
Ku melihat Franda melambaikan tangannya dan memanggil dengan keras ke seorang
wanita bertubuh tinggi dan berambut pendek.
“Kak Sinta! Sini! Adikmu akan segera menikah!”
-oOo-
0 komentar:
Posting Komentar